Minggu, 05 Desember 2010

Adipura Berbau Suap

SPANDUK bertulisan "Hentikan Kriminalisasi!!! Adipura adalah simbol perjuangan dan air mata kami masyarakat Kota Bekasi" terpasang di pagar pembatas pertigaan Jalan Pekayon, Rawa Lumbu, Kota Bekasi. Spanduk berlatar warna hijau itu mengatasnamakan Gerakan Masyarakat Cinta Mochtar Mohamad. Inilah bentuk dukungan kepada Wali Kota Bekasi Mochtar Mohamad, yang tengah dililit perkara hukum. Spanduk serupa muncul di sejumlah sudut jalan di Kota Bekasi. Kemunculannya berbarengan dengan pengumpulan 3.000 orang oleh Wali Kota Mochtar Mohamad, yang menyatakan perlawanan terhadap penetapan dirinya sebagai tersangka korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Dua pekan lalu, pemimpin Komisi, Bibit Samad Rianto, mengumumkan Mochtar sebagai tersangka. Tiga sangkaan sekaligus diarahkan padanya: penyuapan kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2010, suap untuk memenangi Piala Adipura, serta penyelewengan uang negara untuk kepentingan pribadi.

Tentang dugaan suap pengesahan APBD itu, Mochtar menurut Bibit memerintahkan sejumlah kepala dinas memungut dua persen dana partisipasi dari setiap anggaran proyek. "Dana itu untuk mempercepat proses pengesahan APBD," ujar Bibit. Sedangkan pada suap Adipura, Wali Kota dituding memerintahkan kepala dinas, camat, dan satuan kerja perangkat daerah berkontribusi duit untuk mengurus pemenangan Adipura. Uang yang terkumpul diduga mengalir ke panitia Adipura.

Adapun dugaan penyelewengan dana untuk kepentingan pribadi, kata Bibit, modusnya dengan menggelembungkan dana kegiatan dialog dan audiensi Wali Kota di Tata Usaha Pimpinan dan Protokol untuk menambal kredit multiguna pribadinya. Atas sejumlah dugaan pidana itu, Mochtar dijerat pasal berlapis dari Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yakni pasal memperkaya diri sendiri dan orang lain, penyalahgunaan wewenang, dan pasal perbantuan.

Sumber Komisi Pemberantasan Korupsi menyebutkan Mochtar diduga melakukan korupsi lantaran ditangkapnya Kepala Inspektorat Kota Bekasi Herry Lukmantohari dan Kepala Bidang Aset Pemerintah Kota Bekasi Heri Suparjan oleh penyidik Komisi. Keduanya ditangkap saat menyuap auditor Badan Pemeriksa Keuangan, Enang Hermawan dan Suharto, di Bandung.

Dari temuan itu, Komisi menggeledah ruang kerja Wali Kota Bekasi. Di sanalah penyidik menemukan notula rapat Wali Kota dengan jajarannya. Di sana terungkap perintah Mochtar untuk mengumpulkan sejumlah dana guna memenangi Piala Adipura. Selain itu, kesaksian sejumlah pihak yang diperiksa dalam kasus penyuapan itu membuka sejumlah permainan Wali Kota dari kader PDI Perjuangan ini.

Terkuaknya dugaan suap penentuan pemenang Adipura membuat jengah Kementerian Lingkungan Hidup penyelenggara penghargaan yang diadakan sejak 1986 ini. Menteri Gusti Muhammad Hatta bereaksi meminta inspektorat menginvestigasi tuduhan suap itu. Ia juga menyatakan siap mencabut Adipura dari Kota Bekasi. "Apabila hasil pemeriksaan KPK benar ada suap, status peraih Adipura akan dicabut," ujar Gusti di Makassar, Rabu pekan lalu.

Menurut Sekretaris Menteri Lingkungan Hidup Hermien Roosita, tim inspektorat bekerja menginvestigasi dugaan penyuapan dengan melihat kriteria yang ditetapkan dan kenyataan di lapangan. "Tim ini akan melaporkan hasilnya awal Desember," katanya.

l l l

Syahdan, Januari lalu, Wali Kota Mochtar Mohamad mendamprat bawahannya. Amarah Mochtar tersulut ketika dia menerima laporan nilai kebersihan Kota Bekasi tahap pertama yang jeblok. Nilainya hanya 65 poin, di bawah standar nilai kebersihan kota metropolitan, yakni minimal 71 poin. "Jika pada penilaian kedua tidak ada peningkatan, siap-siap saja kehilangan jabatan," Mochtar mengancam kala itu.

Tim Adipura menilai pengelolaan kebersihan Kota Bekasi buruk. Sampah tidak ditangani secara baik, terutama di lingkungan instansi pemerintah, rumah sakit, dan fasilitas umum. Tim Adipura sempat memperlihatkan sampah berserak di sejumlah kantor pemerintahan dan fasilitas umum, seperti rumah sakit dan stasiun. Di sungai, sampah juga menumpuk. Indikator lain, yakni keteduhan, juga dinilai masih kurang.

Namun semua catatan itu berakhir begitu saja. Di tahap penilaian kedua pada Mei, tak ada lagi pengumuman, baik oleh tim Adipura maupun Pemerintah Kota Bekasi. Wali Kota Mochtar hanya aktif mempromosikan kegiatan Jumat bersih sebagai agenda menyukseskan Piala Adipura.

Pada 8 Juli lalu, tiba-tiba Mochtar dipanggil menerima Piala Adipura dari Presiden di Istana Negara. Sepulang dari Istana, Mochtar bersama Wakil Wali Kota Rahmat Effendi memilih rute terjauh, Pondok Gede-Jatiasih-Pekayon-Balai Kota, untuk mengarak piala predikat kota paling bersih dan teduh itu, di atas kendaraan Toyota Alphard. Puluhan mobil dinas dan ribuan warga turut dalam iring-iringan.

Kepada wartawan, Mochtar menyatakan kebanggaannya telah menyulap kota yang setahun sebelumnya berpredikat kota terkotor menjadi peraih Adipura. Tapi, dengan temuan Komisi Pemberantasan Korupsi, bisa jadi Mochtar benar-benar telah "menyulap" Adipura. Permainan "sulap" itulah yang tengah diusut Komisi.

Sumber Tempo di Kementerian Lingkungan Hidup menyebutkan "permainan" ini berawal dari rendahnya perolehan nilai Kota Bekasi dalam persaingan mendapatkan penghargaan tahunan untuk kota terbaik dalam pengelolaan lingkungan itu. Beberapa hari menjelang pengesahan pemenang Adipura itu, nilai Kota Bekasi masih di bawah standar nilai kebersihan kota metropolitan.

Entah bagaimana caranya, dua hari menjelang penentuan dan pengumuman pemenang, ada kunjungan Menteri Lingkungan Hidup ke lokasi pembuangan akhir sampah Bantar Gebang, Bekasi. Di lokasi ini, Menteri melongok proyek pengolahan sampah menjadi energi. Di sinilah Menteri menyatakan proyek pengubahan sampah menjadi energi bisa menambah nilai penjurian Adipura. Sehari kemudian, seperti telah diatur, nilai Kota Bekasi berubah dan Adipura pun diraih.

Di balik semua itu, sumber Tempo mengungkapkan ada dana Rp 320 juta yang mengucur ke panitia. Dana itu, kata si sumber, diserahkan dalam bentuk mata uang dolar, sebanyak US$ 40 ribu. Penyerahan berlangsung di sebuah restoran Hotel Pacific Palace. Uang diantar pejabat Pemerintah Kota Bekasi dari Dinas Kebersihan Kota Bekasi dan Dinas Lingkungan Hidup. Sumber itu menyebutkan uang diterima Ketua Tim Adipura Tri Bangun Laksono.

Namun Tri Bangun Laksono saat dihubungi membantah. "Saya tak menerima uang itu," katanya. Ia juga mengaku tak tahu ada pertemuan di Pacific Palace. "Saya dengar cerita ini juga baru dari Anda," ujarnya. Bantahan serupa disampaikan mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi, yang kini menjabat pelaksana sekretaris daerah, Dudy Setiabudhi. "Tidak benar itu, saya tidak tahu," ujarnya sedikit terbata.

Dudy bahkan mengaku tak tahu siapa anggota tim penilai Adipura. Dia hanya kenal dengan Tri Bangun Laksono, ketua tim penilai. Menurut Dudy, Bekasi berhak mendapatkan penghargaan Adipura karena keberhasilannya mengolah sampah menjadi energi bernilai tinggi di dua lokasi pembuangan sampah. Sedangkan Kepala Dinas Kebersihan Kota Bekasi Edy Rosadi saat dimintai konfirmasi menolak memberikan tanggapan. Ia mengaku hanya mengurusi soal teknis. "Itu urusan atas, saya tidak berani menjawab," katanya.

Wali Kota Mochtar Mohamad setali tiga uang. Ia mengaku tak tahu ada pertemuan di Pacific Palace "Timnya siapa saja saya juga tak tahu," katanya. Menurut dia, tidak ada upaya negatif yang dilakukannya untuk mendongkrak nilai kebersihan Kota Bekasi. Termasuk upaya mengundang sejumlah menteri ke tempat pembuangan akhir sampah Sumur Batu dan Bantar Gebang.

Mochtar mengaku dijerat Komisi Pemberantasan Korupsi untuk tiga kasus itu. Namun, tentang pemeriksaan, ia enggan berkomentar. Pengacara Mochtar, Sirra Prayuna, menyebutkan hingga akhir pekan lalu kliennya belum diperiksa sebagai tersangka. Pemeriksaan sebelumnya, kata Sirra, masih sebagai saksi untuk kasus penyuapan auditor Badan Pemeriksa Keuangan.

Ramidi, Cornila Desyana, Hamluddin (Bekasi), Aristofani Fahmi (Makassar)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar