Senin, 29 November 2010

Wajib dan Dijamin Aman

  • Nah, dalam Simposium Nasional Imunisasi ke 2, pekan lalu, kalangan dokter anak menjamin gejala ikutan setelah imunisasi itu masih wajar dan terkendali. Mitos yang menyertainya, bahwa imunisasi tidak membuat daya tahan tubuh menguat, juga ditampik. "Tidak ada apa apanya dibanding penyakit berbahaya yang timbul jika tak ada imunisasi," kata dokter spesialis anak Soedjatmiko, Sekretaris Satuan Tugas Imunisasi Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia, di sela sela simposium.
    Bahkan mereka menambah panjang daftar vaksin yang diberikan. Sebelumnya, hanya ada lima vaksin wajib dan sisanya bersifat dianjurkan. Kini sedikitnya 13 vaksin harus diberikan, di antaranya hepatitis B, polio, campak, influenza, dan hepatitis A. "Kini semua-nya wajib," ujar Soedjatmiko. Untuk itu, para pegiatnya berjuang memasyarakatkan adanya buku catatan imunisasi hingga orang berusia 18 tahun.
    Pada dasarnya imunisasi bertujuan meningkatkan sistem kekebalan tubuh melawan penyakit tertentu. Imunisasi aktif dilakukan dengan cara menyuntikkan vaksin berupa kuman atau antigen yang sudah dilemahkan, kuman mati, atau bagian kuman dari suatu penyakit. Saat pertama antigen masuk, tubuh bereaksi membentuk antibodi. Nantinya, jika antigen selanjutnya masuk, tubuh sudah mempunyai memori sehingga membentuk antibodi lebih cepat dan lebih kuat. Sedangkan imunisasi pasif dilakukan dengan penyuntikan sejumlah antibodi untuk me-ningkatkan kadarnya di dalam tubuh. Dengan meningkatnya kekebalan tubuh, berderet penyakit, seperti campak, tetanus, kanker, dan saraf, bisa dicegah atau berkurang kefatalannya.
    Proses kerja imunisasi seperti itulah yang memancing gejala seperti panas atau nyeri pada bekas suntikan-disebut juga reaksi simpang vaksin. "Wajar, seperti orang makan cabai kepedasan," kata Soedjatmiko. Menurut catatannya, reaksi simpang yang ringan sekitar 10 15 persen setiap pemberian vaksin. Adapun yang berat angka kejadiannya hanya satu per dua juta dosis vaksin yang diberikan.
    Kejadian seperti demam, bengkak, dan kemerahan pada bekas suntikan itu bertahan satu sampai tiga hari. "Bisa di-kompres atau dengan obat penurun panas," ujar Soedjatmiko. "Demam bayi sampai 38,3 derajat Celsius masih belum mengkhawatirkan." Kadang imuni-sasi juga bisa menimbulkan bisul kecil bernanah yang akan pecah sendiri dan menjadi koreng. Adapun kejang kejang atau syok sangat jarang dijum-pai.
    Reaksi simpang bisa juga dipicu oleh faktor penyimpanan vaksin atau cara penyuntikan yang kurang tepat. "Ada vaksin yang harus disuntikkan ke otot, tapi ada juga yang ke lemak," kata I Gusti Nyoman Gde Ranuh, guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
    Tanpa imunisasi, kekebalan tubuh kewalahan menghadapi mikroorganisme pembawa penyakit yang ganas. Data Badan Kesehatan Dunia terbaru menunjukkan sedikitnya 1,4 juta bayi di bawah lima tahun meninggal per tahun akibat infeksi yang sebenarnya bisa dicegah dengan imunisasi. Di Indonesia, saat ini tercatat sekitar 30 ribu anak meninggal karena campak setiap tahun.
    Untuk itulah program imunisasi terus digenjot. Setiap tahun imunisasi rutin diberikan ke 4,5 juta anak dan 4,9 juta ibu hamil. Imunisasi campak, yang menjadi tolok ukur pencapaian imunisasi, tahun lalu diberikan pada 92,1 persen dari total sasaran, meski sebarannya belum merata. "Ada daerah yang sulit dijangkau," kata Kepala Subdirektorat Imunisasi Kementerian Kesehatan Prima Josephine. Cakupan imunisasi tahun ini sampai September baru mencapai 66,1 persen.
    Harun Mahbub

Read More......

Perangkap Dan Brown

 

Read More......